Jemparing
dalam bahasa Jawa berarti panah. Olahraga yang juga dikenal dengan
Panahan Tradisional Mataraman ini pada mulanya merupakan kegiatan
latihan perang para prajurit kerajaan. Namun, lama kelamaan kegiatan ini
menjadi olah raga tradisional.
Mengenai kriteria peserta lomba
Jemparingan, saat ini tidak hanya terbatas untuk warga keraton dan
masyarakat Yogya saja tetapi sudah meluas hingga ke suku
maupun bangsa lain. Jemparingan ini terdiri dari 20 rambahan (putaran).
Dalam setiap rambahan, setiap peserta mendapatkan kesempatan untuk
meluncurkan lima anak panah dengan posisi duduk bersila berderet untuk
membidik target sasaran yang jaraknya sekitar 30 meter.
Jika dilihat
sekilas, Jemparingan ini nampaknya hanya membidik sasaran yang disebut
dengan bedor atau bandul menggunakan busur dan anak panah. Tetapi
keunikannya terletak pada para pelaku pemanah yang mengenakan pakaian
adat surjan atau peranakan, memakai blangkon, dan juga jarit. Sedangkan
untuk wanita, pakaian yang digunakan berupa jarit, kebaya. Keunikan
lainnya adalah posisi para pemanah yang harus duduk bersila.
Jemparingan ini sangat bermanfaat untuk meningkatkan daya konsentrasi.
Filosofi yang bisa diambil dari kegiatan ini adalah :
1) Peserta yang
memenangkan lomba adalah peserta yang dapat mengasah rasa dan mampu
membangun hubungan dengan sesuatu yang jaraknya jauh.
2) Duduk Bersila melambangkan Prajurit Jawa yang tidak akan menyerang sebelum diserang terlebih dahulu, dalam istilah jawa ora arep ndisiki nak ora didisiki.
3) Anak Panah yang sudah dilepaskan harus diambil sendiri, melambangkan watak jiwa Ksatria.
SALAM BUDAYA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar